Jakarta, CNBC Indonesia – Daftar orang terkaya di Indonesia kembali berubah, di mana konglomerat pemilik saham batu bara PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yakni ‘Dato’ Low Tuck Kwong tak lagi menjadi orang terkaya nomor ‘wahid’ di Indonesia dan ke-32 di dunia.
Kini, orang terkaya pertama di Indonesia menjadi Prajogo Pangestu, konglomerat petrokimia pemilik Grup Barito. Berdasarkan laporan Forbes Real Time Billionaires, Minggu (12/11/2023) lalu, kekayaan Prajogo mencapai US$ 38,2 miliar atau Rp 591,77 triliun (kurs Rp 15.491).
Prajogo menyalip ‘Dato’ Low Tuck Kwong yang memiliki harta mencapai US$ 26,9 miliar. Kekayaan Prajogo juga menyusul posisi dua bersaudara konglomerat Grup Djarum yakni Robert Budi Hartono dan Michael Hartono. Robert Budi Hartono memiliki kekayaan sebesar US$24,3 miliar, dengan Michael Hartono sebesar US$23,3 miliar.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Meski begitu, kekayaan Prajogo masih tetap kalah jika kekayaan kedua bos Djarum tersebut digabungkan.
Kekayaan Prajogo diketahui mengalami peningkatan yang sangat besar usai sejumlah perusahaannya melantai di bursa saham Indonesia, terutama saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Sebagai informasi, saham CUAN dan BREN sempat disuspensi oleh BEI pada perdagangan Jumat pekan lalu, karena kenaikannya dinilai sudah tidak wajar. Namun, nasib keduanya pun berbeda, di mana suspensi saham BREN sudah dibuka sejak perdagangan sesi I Senin kemarin, sedangkan CUAN hingga kemarin belum.
Kenaikan harga kedua saham emiten Prajogo tersebut memang sudah sangat tinggi. Sejak IPO hingga kemarin, saham BREN sudah meroket 589,1%, sedangkan untuk saham CUAN dari IPO hingga sebelum disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), telah meroket hingga 3.081,82%.
Secara valuasi, keduanya pun sudah cukup mahal. BREN, misalnya, diperdagangkan 439,85 kali di atas laba perusahaan. Ini mengacu pada rasioprice-to earnings(P/E) atau PER. Lazimnya, PER 10-15 kali dianggap wajar, sedangkan di bawah itu dianggap murah dan di atas patokan tersebut mahal.
Meski sudah cukup mahal sejak proses IPO, tetapi nyatanya saham BREN tetap diminati, di mana IPO BREN mencetak oversubscribe hingga 135 kali.
Sedangkan untuk PER saham CUAN sudah mencapai 232,33 kali, juga sudah jauh lebih mahal dari PER wajarnya di 10-15 kali.
Benarkah Harta Prajogo naik hanya karena melesatnya BREN dan CUAN?
Banyak yang berpikiran bahwa suksesnya Prajogo menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia karena melesatnya saham BREN. Namun, dugaan ini sebelumnya pernah terjadi ketika ‘Dato’ Low Tuck Kwong menjadi orang paling kaya di Indonesia karena kenaikan saham BYAN.
Sebagai pembandingan, Tim Riset CNBC Indonesia memakai pengukuran tiga besar orang terkaya di Indonesia saat ini, yakni Prajogo Pangestu, Low Tuck Kwong, dan Hartono Bersaudara.
Prajogo diukur dari tingkat dividen dan kepemilikan di PT Barito Pacific Tbk (BRPT), sedangkan Low Tuck di BYAN, dan Hartono Bersaudara di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Jika dilihat dari dividend per share (DPS) saham BYAN, selama tiga tahun terakhir totalnya mencapai 976,5 per lembar saham. Dengan Low Tuck Kwong yang memiliki sebanyak 20,3 miliar lembar saham BYAN, maka keuntungannya yang didapat dari dividen BYAN mencapai Rp 19,9 triliun dalam tiga tahun terakhir dan sebanyak Rp 6,6 triliun per tahunnya.
Begitu juga dengan Hartono bersaudara. Dari kepemilikannya secara tidak langsung di saham BBCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan yang mencapai Rp 67,7 miliar lembar saham dan DPS BBCA dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mencapai 436 lembar saham, maka keuntungan yang didapat Hartono bersaudara dari BBCA mencapai Rp 29,5 triliun dalam tiga tahun terakhir.
Adapun per tahun, Hartono mendapatkan ‘cuan’ sebesar Rp 9,8 triliun dari dividen BBCA.
Namun, berbeda jauh dengan Prajogo di saham BRPT. Dari kepemilikannya secara langsung di BRPT yang mencapai 66,7 miliar lembar saham, namun karena DPS BRPT dalam tiga tahun terakhir hanya mencapai 7,39 lembar saham, maka Prajogo sejatinya hanya mendapat keuntungan sebesar Rp 493,2 miliar dalam tiga tahun atau sebesar Rp 164,4 miliar per tahunnya.
Dengan kecilnya ‘cuan’ yang didapat dari dividen BRPT, maka hal ini sepertinya dapat dikatakan bahwa bertambahnya kekayaan Prajogo berasal dari kenaikan saham BREN dan CUAN.
Sebagai informasi, Prajogo Pangestu bisa dianggap sebagai salah satu taipan yang meniti karir dari bawah. Putra seorang pedagang karet ini, hanya bisa mengenyam pendidikan tingkat menengah pertama karena keterbatasan ekonomi keluarganya.
Di Kalimantan, Prajogo mendapat pekerjaan sebagai sopir angkutan umum jurusan Singkawang-Pontianak. Ia juga membuka usaha kecil-kecilan dengan menjual bumbu dapur dan ikan asin.
Di sela-sela pekerjaan itu, Prajogo bertemu dengan seorang pengusaha kayu asal Malaysia, bernama Burhan Uray. Dari pertemuan itu, pada 1969 Prajogo lantas memutuskan bergabung di perusahaan milik Burhan, yakni PT Djajanti Grup.
Lantaran etos kerja yang tinggi, Prajogo pun berhasil mendapatkan jabatan General Manager Pabrik Plywood Nusantara setelah tujuh tahun mengabdi pada grup yang menaunginya tersebut.
Hanya setahun saja Prajogo menjabat sebagai GM Djajanti Group. Ia putuskan resign dan membeli sebuah perusahaan yang sedang krisis finansial. Nama perusahaan tersebut adalah CV Pacific Lumber Coy.
Prajogo meminjam sejumlah dana pada sebuah bank untuk membeli perusahaan kayu ini. Hebatnya, ia dapat mengembalikan pinjaman tersebut hanya dalam kurun waktu satu tahun.Perusahaan inilah yang kemudian berubah nama menjadi PT Barito Pacific. Pada masa orde baru, perusahaan ini maju pesat menjadi perusahaan kayu terbesar di Indonesia.
Namun kesuksesan ini tidak menghentikan langkah Prajogo untuk terus berkembang. Selanjutnya, ia melakukan ekspansi bisnis dengan mendirikan PT Chandra Asri Petrichemical Center dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk.
Perusahaannya Barito Pacific Timber telah melakukan go public pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayunya pada 2007.
Pada 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70% dari perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga diperdagangkan di BEI. Pada 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021.
Pada 2023, seperti disinggung di atas, Prajogo membawa dua perusahaannya, CUAN dan BREN, melantai di bursa RI.
RISET CNBC INDONESIA
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Low Tuck Kwong Borong Saham BYAN Rp 5,27 M
(chd/chd)
Tinggalkan Balasan